Catatan Debat di Ruang Rapat, Jejangkit Terhimpit Buangan Air Perkebunan Kelapa Sawit

KANALKALIMANTAN.COM, BANJARBARU – Riuh rendah ramai suara puluhan warga Kecamatan Jejangkit saling bersahutan penuhi aula kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kalimantan Selatan, Jumat (24/3/2022) siang.

Siang itu, tepat hari kedua bulan Ramadhan, berlangsung rapat koordinasi menindaklanjuti hasil verifikasi lapangan atas aktivitas pembuangan air perkebunan kelapa sawit milik PT Palmina Utama dan PT Putra Bangun Bersama (PBB). Pertemuan itu ialah kali kedua, pasca 15 Maret 2023 sebelumnya yang tidak membuahkan kesepakatan.

Aktivitas pembuangan air, anak usaha Julong Group itu ditengarai ikut memicu kondisi banjir pada tujuh desa di Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala (Batola). Banjir merendam ratusan rumah, sekolah, tempat ibadah, hingga berhektar-hektar lahan pertanian milik warga.

Pada pertemuan kali itu, hadir kedua pihak perusahaan, mereka duduk berkelompok di deretan kursi meja paling depan. Di hadapan mereka sebagai mediator ada Kepala DLH Kalsel Hanifah Dwi Nirwana, Kepala DLH Batola Fahriana dan Dadang Sugian Noor, Kabid Penataan Hukum Lingkungan.

Sementara pada bagian belakang dan semakin ke ujung melebar ke kiri dan kanan, ada pihak perwakilan Balai Wilayah Sungai (BWS) Kalimantan III, puluhan warga, kepala desa, hingga Camat Jejangkit dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi, Kabupaten Batola dan Kabupaten Banjar.

Rahmad Hidayatullah, Controller Perusahaan PT Palmina Utama dan PT PBB menjelaskan hasil analisis pihak perusahaan panjang lebar di layar proyektor. Termasuk pemetaan, topografi, hingga data curah hujan yang tinggi, luapan arah air yang terjadi saat ini secara umum.

“Sudahkah, habis waktunya kita,” celetuk salah seorang warga dengan tiba-tiba, di sela pemaparan yang dilakukan oleh Rahmad.

“Jadi untuk saran, sudah kami lakukan juga setiap lahan. Pertama pembuatan tanggul sepanjang Sungai Alalak sehingga air tidak masuk. Kedua normalisasi di Sungai Barito dan ketiga saran dari pemerintah yaitu adanya Bendungan Riam Kiwa,” kata Rahmad, diakhir pemaparan sesi pertamanya, pasca sempat terhenti sejenak.

Usai penjelasan panjang lebar oleh Rahmad, Kepala DLH Provinsi Kalsel Hanifah Dwi Nirwana menggali lebih jauh besaran debit air yang keluar dari perkebunan kelapa sawit ke saluran yang ada di Jejangkit dan Sungai Alalak. Dia mempertanyakan detail aliran setiap pintu buangan air perkebunan.

“Kami juga ingin tahu ada berapa debit air yang dikeluarkan dari sana, di berapa pintu a,b,c itu berapa, sehingga diketahui masyarakat. Benar begitu tidak itu bukan menjadi penyebab utama, misalnya curah hujan atau apa, jadi saya mohon untuk dipersiapkan dulu,” lempar Hanifah Dwi Nirwana bertanya.

Sembari menunggu waktu pihak perusahaan mempersiapkan jawaban. Hanifah meminta penjelasan teknis dari BWS Kalimantan III, DLH Batola, Dinas Perkebunan dan Peternakan (Disbunnak) Provinsi Kalsel, hingga Camat Jejangkit yang sedikit memaparkan kondisi topografi dan poin tuntutan warganya.

“Jejangkit memang kerap banjir, informasinya begitu sejak tahun ke tahun, namun yang menjadi perhatian kita bagaimana air itu cepat surut,” Camat Jejangkit Mukti Wahono.

“Namun kondisionalnya ditengarai salah satu yang membuat air lambat surut ini adalah buangan pompa dari pihak perusahaan,” sahut Mukti.

Mukti menerangkan, mendapati informasi saluran-saluran buangan air yang mengarah ke Sungai Barito saat ini telah tertutup, air yang dibuang oleh pihak perusahaan ke Sungai Alalak diduga akan mengalir kembali ke daerah Jejangkit yang mengakibatkan banjir.

Dia menyampaikan tuntutan warga, yaitu membuka kembali saluran air yang mengarah ke Sungai Barito, sehingga perusahaan dapat membuang air perkebunannya ke sana. Memberhentikan aktifitas pompanisasi air perkebunan yang dilakukan oleh pihak perusahaan, hingga menutup saluran pembuangan air dari perusahaan yang mengarah ke Jejangkit.

“Jadi permintaan teman-teman ini tidak muluk-muluk ibu hanya itu,” pintanya menutup pembicaraan.

Usainya Camat Jejangkit, Hanifa kembali mempersilahkan perwakilan Disbunnak Kalsel yang kala itu diwakili Kabid Perkebunan Agustinus Adie menyampaikan informasi terkait tata kelola air perkebunan.

Belum lama Adie bersuara, statementnya terkait tugas Disbunnak yang tidak sampai menyentuh hingga ke teknis lingkungan, langsung ditentang sahutan oleh warga Jejangkit.

“Tugas kami sebenarnya tidak terkait dengan lingkungan, secara teknis di lapangan itu bagi kami di laporan tidak ada masalah,” kata Adie.

“Jangan seperti itu bepandir (Berbicara, red) pak eeeeeee…,” potong warga dengan koor nada nyaring.

Lontaran suara dari warga lainnya menyusul bersahutan, terdengar tumpang tindih, ricuh tidak jelas terdengar dalam ruangan itu. Hanifa mencoba berbicara menenangkan warga.

“Pak, sabar dulu ya, pak sabar dulu pak,” Hanifa mencoba menengahi. Suara yang keluar dari microphonenya itu bernada halus.

“Terus terang kami dari perkebunan adalah pembina dari usaha perkebunan, kami juga melihat dari data lain, seperti dari BWS juga yang kami pakai, namun terkait apakah itu merusak lingkungan atau tidak, terus terang itu bukan kewenangan kami, terima kasih,” tutup Adie.

Hanifa kembali mengambil alih percakapan itu, suasana kembali mencair. Dia menekankan akan pentingnya kerjasama semua pihak untuk menjaga lingkungan. Peran dari BWS melihat fungsi sungai di daerah itu. Dia juga mengamini permintaan warga, kendati nantinya menimbulkan anggaran yang tidak sedikit bagi perusahaan.

Hanifa menyarankan perusahaan untuk membuat aliran buangan air perkebunan ke arah Sungai Barito, dengan harapan kelebihan air yang dibuang pihak perusahaan itu yang mengalir ke Sungai Alalak.

Sekali lagi, Rahmad perwakilan perusahaan sawit memberikan penjelasannya. Dia menjelaskan kebutuhan air yang diperlukan di perkebunan kelapa sawit, kebutuhan air sesuai tumbuh kembangnya tanaman agar produksinya baik. Dia juga membeberkan jumlah pompa yang ada di perusahaan, hingga volume buangan air yang dihasilkan dari pompanisasi itu ke Sungai Alalak. Dia menjelaskan tidak ada aliran dari pompa outlet ke Jejangkit.

“Jadi untuk pompanisasi ini kita mulai dari awal tahun tadi, jadi pompa yang kita pakai sekarang satu ke Sungai Alalak yang di sebelah sini dan satu lagi ke Sungai Sukarame. Jadi total pompa kita di sini ada 50 unit,” beber Rahmad menunjuk ke layar.

Dari 50 pompa yang beroperasi itu diakui dia, tidak semua air perkebunan dibuang ke Sungai Alalak hanya ada 30 pompa, sementara 20 pompa lainnya dialirkan ke Sungai Sukarame.

“Jadi untuk debitnya itu pompanya 200 liter per detik, efisiensi hanya 75 persen jadi tidak  semua pompa menyala, jadi untuk Sukarame ini total ada 3.000 liter perdetik, sementara di Alalak 4.500,” tutupnya menjelaskan.

Hanifa mengaku memahami regulasi sektoral oleh pihak perusahaan, sehingga secara teknis perusahaan harus menjaga tinggi muka air yang ada di perkebunan. Namun, dia menekankan perusahaan juga harus memperhatikan tuntutan dari masyarakat.

“Jadi untuk sementara pak, kami harapkan seluruh aliran air yang Sungai Alalak di tutup,” tegas Hanifa, dengan diiringi tepuk tangan masyarakat jejangkit yang berhadir kala rapat itu berlangsung.

Alasan Kepala DLH Provinsi Kalsel ini untuk menutup aliran air ke Sungai Alalak itu adalah untuk menghitung secara pasti, berapa dan dialirkan kemana saja air yang dibuang sepersekian detik itu. Dia menilai pihak perusahaan tidak dapat menjelaskan secara pasti, terlebih tidak ada data yang dijelaskan terkait berapa daya tampung dari Sungai Alalak dan Sungai Barito. Hanifa meminta data kajian pasti.

“BWS! tolong bantu kami untuk mengecek kapasitas dari sana berapa,” pintanya.

Singkatnya hasil rapat koordinasi itu diakhiri dengan notulensi kesepakatan yang dibubuhi masing-masing tanda tangan 12 pihak terlibat, termasuk warga hingga PT Palmina Utama.

Adapun notulensi kesepakatan ini ada 7 poin disepakati yaitu, saluran irigasi Jejangkit adalah kewenangan dari BWS Kalimantan III. Kedua, pada tahun 2013 PT Palmina Utama meminta rekomendasi terkait pembuangan air ke Jejangkit dimana pihak BWS Kalimantan III Direktorat Sumber Daya Air tidak merekomendasikan pembuangan air kebun ke Sungai Alalak, karena akan memotong saluran Sungai Jejangkit sebelah kanan.

Ketiga, semua akses pembuangan air melalui pipanisasi ke outlet dari kebun kelapa sawit PT Palmina Utama dan PT Putra Bangun Bersama (Julong Group) untuk sementara ditutup sampai adanya kajian teknis lebih lanjut. Sejak notulen kesepakatan ini dibuat hingga 7 hari kedepan.

Point keempat, pihak perkebunan kelapa sawit PT Palmina Utama dan PT Putra Bangun Bersama (Julong Group) agar membuat kajian teknis water management. Kelima pihak PT Palmina Utama dan PT Putra Bangun Bersama (Julong Group) meminta arahan bila air pembuangan dari kebun sawit ke Sungai Alalak ditutup.

Point keenam, masyarakat meminta menutup semua outlet yang mengarah ke semua handil di Jejangkit. Dan yang ketujuh masyarakat meminta membuka saluran yang mengarah ke Sungai Barito di handil 14, 8, 6, 5, 4 dan 3.

Di akhir acara, diwawancarai terpisah, Kasi Operasi dan Pemeliharaan BWS Kalimantan III Coki Romulus Hutagaol sepakat perlunya ada kajian lebih lanjut guna mengetahui buangan air di dua perusahaan itu.

Terkait Informasi penutupan saluran air dari perusahaan yang mengarah ke Sungai jejangkit dan Sungai Alalak pernah diterimanya. Namun informasi yang diterimanya lagi, pihak perusahaan sudah menutup saluran tersebut.
”Kalau dari BWS perlu ada kajian lebih lanjut,” sebutnya.

Dua pengakuan warga Jejangkit yaitu Sukarti dan Rusbandi dari Desa Jejangkit Pasar bercerita kondisi banjir di Jejangkit saat ini sudah sangat memprihatinkan. Banyak rumah warga yang terendam banjir.

Buangan air dari kebun kelapa sawit milik dua perusahaan itu dinilai mereka sebagai biang kerok terjadinya banjir di Jejangkit.

“Air yang sudah tidak layak itu sudah masuk ke rumah warga, perusahaan tidak pernah juga katanya berkoordinasi dengan kepala desa dan camat, mereka tanpa izin,” kata Sukarti.

Sementara itu Rusbandi melihat langsung bagaimana pompanisasi itu bekerja, pihak perusahaan membuang air kebunnya langsung ke saluran dan Sungai Alalak.

“Jumlah pompanya ada ratusan, ratusan lebih, baik di PBB juga di Palmina. Sudah pernah ke lokasi, ada publikasinya kami, ada videonya kami,” aku Rusbandi.

Lain lagi Kepala Kepala DLH Batola Fahriana, kabar air perkebunan yang diduga memperparah kondisi Jejangkit diterima pihaknya sejak Februari 2023 kemarin. Ditanya perizinan pembuangan air perkebunan ke sungai yang ditentukan dia mengatakan itu wewenang dari BWS.

“Itu belum ada izin, kewenangan BWS, sementara ini mereka membuang ke Sungai Alalak dan Jejangkit,” sebutnya.

Terkait amdal perusahaan dia mengatakan yang membuat itu dikeluarkan oleh DLH Kalsel mengingat kedua perusahaan tidak hanya masuk di Kabupaten Batola, tapi juga Kabupaten Banjar.

Fahriana menjelaskan lagi, analisa sementara sampel yang dilakukan pihaknya dalam waktu dekat tadi menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan analisa awal, mengingat air di Kecamatan Jejangkit itu memang dengan kadar yang memiliki tingkat keasaman yang tinggi.

Dugaan pelanggaran yang dilakukan PT Palmina Utama di Kecamatan Jejangkit, Batola, direspons Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan yang berhadir dalam rapat koordinasi saat itu.

Staf Manajer Advokasi dan Kampanye Walhi Kalsel Jefri Raharja menekankan harus ada campur tangan dan perhatian pemerintah provinsi maupun kabupaten kota. Dia membocorkan rekayasa irigasi seperti ini memang sering ditemui di perusahaan sawit khususnya di Kalsel.

“Pola seperti ini memang sering kita temui dilakukan perkebunan sawit berskala besar,” katanya

“Sungai alami direkayasa ulang oleh perusahaan dengan kanal-kanal buatan. Diketahui kelapa sawit tak bisa terlalu kering, tetapi tidak bisa juga terlalu basah atau kelebihan air,” sambungnya.

Dia menggambarkan ketika musim kemarau, perusahaan biasanya akan mengalirkan air dari luar dengan dipompa masuk ke perkebunan. Namun, ketika musim hujan, sebaliknya air akan dibuang ke sungai untuk mengatasi kelebihan debit.

Masih kata aktivis lingkungan ini, kebanyakan rekayasa yang dilakukan oleh perusahaan perkebunan sawit berujung pada dampak kepada lingkungan dan masyarakat. Salah satunya kebakaran lahan yang masif di musim kemarau, karena fungsi alamiah ekosistem telah terganggu.

Sayangnya ketika dimintai keterangan lebih lanjut, terkait dugaan ada sumbangsih kiriman air buangan perkebunan perusahaan yang mengakibatkan banjir di Kecamatan Jejangkit, Rahmad Hidayatullah, controller perusahaan PT Palmina Utama dan PT PBB enggan berkomentar. Dia melenggang menjauh begitu saja, keluar dari ruangan rapat, dia acuh ketika wartawan memperkenalkan diri dan melempar sejumlah pertanyaan. (Kanalkalimantan.com/rdy)

Reporter : Rdy 
Editor : Bie

Artikel Catatan Debat di Ruang Rapat, Jejangkit Terhimpit Buangan Air Perkebunan Kelapa Sawit pertama kali tampil pada Kanal Kalimantan.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Longsor Tambang Emas Kotabaru: 11 Orang Meninggal Dunia, 2 Jasad Masih Dicari 

Pemkab Tanbu Apel Peringatan HUT ke-51 Korpri, Ini Pesan Sekda Ambo Sakka 

Berkas Perkara Dilimpahkan KPK, Mardani H Maming Segera Disidangkan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin